MAKASSAR, LENTERASULAWESI.COM – Perjuangan H. Tabo untuk mendapatkan kembali hak atas tanah miliknya, memang belum membuahkan hasil akibat kuatnya mafia tanah yang melingkupi kasus tanah lelaki tua ini. Namun ia bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Informasi Dan Investigasi Korupsi Sulawesi Indonesia Berdaulat (Bidik Sib) terus berjuan mencari keadilan untuk mengeksuksi tanah tersebut, sebab pada semua tingkatan pradilan sudah dimenangkannya.
Melalui LSM Bidik Sib yang menjadi pendamping H. Tabo, telah melakukan somasi pada tanggal 7 Januari 2022 ke Abuan Halim dan Stevanus Wibawanto dan PT Makassar Te’ne untuk menghargai hak milik H.Tabo di atas tanah empang persil 21 DI kohir 235 CI blok 133 luas 2,53 HA tersebut.
Namun menurut Azhar djabur SH, MH, Wakil Ketua DPD LSM Bidik Sib, setelah mereka konfirmasi ke Humas PT Makassar Te’ne via telepon, menurutnya somasi tersebut telah di kirim ke pusat. Namun sampai hari ini belum ada balasan dan tanggapan atas somasi tersebut.
“Tentu sampai hari ini, tindakan Abuan Halim dan Stevanus Wibawanto sangat merugikan H. Tabo selaku pihak pemenang, yang lebih berhak atas tanah (dulunya adalah tanah jenis empang), yang telah dikuasai oleh PT Makassar Te’ne sejak tahun 2008.
Azhar Djabur menguraikan, bahwa mendukung instruksi Presiden terkait pemberantasan mafia tanah, maka dalam kasus ini negara harus hadir dan membuktian berdasarkan Putusan Pengadilan, nomor 53/pdt.G/2006/PN mks dan turunannya yang telah berkekuatan hukum tetap, bahwa H.Tabo selaku pihak pemenang tetap memiliki dan menguasai tanah empang persil 21 DI kohir 235 CI blok 133 seluas 2,53 ha. Sebagaimana permohonan eksekusi yang di ajukan oleh H.Tabo ( pihak pemenang) kepada ketua pengadilan negeri makassar tanggal 17 januari 2022.
“Kami meminta kepada seluruh masyarakat agar kiranya mengawal permohonan eksekusi yang di ajukan oleh H. Tabo untuk memperjuangkan haknya selama kurang lebih 13 tahun yang lalu,” tandas Azhar.
Lebih jauh Azhar menguraikan kronologis, sehingga tanah H. Tabbo jatuh ke PT Makassar Te’ne. Bahwa pada tahun 2006 silam, Mangga bin Sai menggugat H. Tabo bin H. Subu untuk mengembalikan tanah empang sengketa, persil 21 DI kohir 235 CI blok 133 dengan luas 2,53 ha kepada ahli waris Sai (penggugat dan turut tergugat), namun gugatan Mangga bin Sai tersebut di tolak oleh Pengadilan Negeri Makassar sesuai dengan nomor: 53/pdt.G/2006/PNmks.
Selanjutnya pada tahun 2007, Mangga bin Sai (penggugat) selaku pihak kalah mengajukan banding nomor: 46/pdt/2007/PTmks. Kemudian putusan banding Pengadilan Tinggi (PT), tersebut menguatkan kembali putusan Pengadilan Negeri tersebut di atas.
Kemudian pada tahun 2007 pula Mangga bin Sai (penggugat, pembanding) selaku pihak kalah mengajukan permohonan kasasi dengan nomor: 2359 K/pdt2007. Namun pada tanggal 8 Februari 2008 saat proses kasasi pada saat itu berjalan, pemohon kasasi, dalam hal ini Mangga bin Sai bekerja sama dengan turut termohon kasasi menjual tanah empang sengketa persil 21 DI kohir 235 CI blok 133 luas 2,53 ha tersebut kepada Abuan Halim dan Stevanus Wibawanto yang mewakili PT Makassar Te’ne. Itu tertuang dalam akta jual beli nomor:055/594.4/II/2008 PPAT Kecamatan Tamalanrea tanggal 8 Februari 2008. Kemudian dikuatkan surat keterangan dari Camat Tamalanrea tertanggal 16 Desember 2019, bahwa akta jual beli tersebut benar di buat di atas tanah persil 21 DI kohir 235 CI blok 133.
Tanggal 2 Juli 2008, permohonan kasasi yang di ajukan oleh Mangga bin Sai tersebut di atas di tolak. Maka dengan sendirinya Mangga bin Sai sebagai penggugat, pembanding,pemohon kasasi, tetap selaku pihak kalah pada perkara perdata dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Lalu pada tahun 2011 Mangga bin Sai selaku pihak kalah pada perkara perdata tersebut, lalu mengajuakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) sesuai nomor: 533/PK/pdt/2011, namun permohonan PK Mangga bin Sai tersebut di tolak.
Sehingga berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, di atas kertas lelaki, H. Tabo selaku pihak pemenang yang lebih berhak atas tanah empang persil 21DI kohir 235 CI blok 133 seluas 2,53 HA tersebut. Tetapi fakta di lapangan tanah empang persil 21 DI kohir 235 CI blok 133 luas 2,53 HA (objek sengketa dahulu) tidak dapat dimiliki dan di kuasai lagi oleh lelaki H. Tabo selaku pihak pemenang karena telah diambilalih penguasannya oleh Abuan Halim dan Stevanus Wibawanto dari PT makasssar Te’ne.
Menurut Azhar Djabur, tentu tindakan penggugat sampai PK dan tindakan turut tergugat sampai turut termohon PK bekerja sama dengan Abuan Halim dan Stevanus Wibawanto pembeli yang mewakili PT Makassar Te’ne, dengan sengaja menjual dan membeli tanah empang yang di ketahui masih berstatus objek sengketa pada tanggal 8 Februari 2008. Sangat merugikan lelaki H tabo selaku pihak pemenang sekarang ini yang lebih berhak atas tanah empang sengketa tersebut. Inilah yang perlu diperjuangkan, bahwa Negara harus mendukung warganya ini untuk mendapatkan haknya.
LS