Analisa Adam Kawilarang Terkait Sawit Dan Soal Persoalan Tanah di Kabupaten Pasangkayu

Budaya dan Wisata Opini
Perkebunan sawit di Kabupaten Pasangkayu

Adalah Suwono Budi Hartono, Kepala BPN Pasangkayu dalam RDP dengan DPRD Pasangkayu katakan, rata-rata HGU (Hak Gunas Usaha, red.) perusahaan sawit di daerah ini terbit antara tahun 1997  – 1998,  atas dasar pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan. Dan kewenangan terbitkan HGU  berada pada BPN pusat. Indikasi overlapping antara  SHM masyarakat HGU sawit itu terjadi karena terbitnya SHM yang mulai tahun 2008 hingga 2012, melalui prona (program nasional) bidang pertanahan.

Kemilau sawit kian memukau pasca embargo CPO dari dunia barat terkait produk sawit Indonesia, penyebabnya adalah muncul innovasi baru tentang pengelolaan Crude Palm Oil (CPO) menjadi  bahan bakar bagi kendaraan bermotor. Hal inilah yang akhirnya menjadi penggugah semangat baru bagi kalangan pengusaha yang berkecimpung di dunia persawitan, juga para petani/kebun beserta semua stakeholder  terkait termasuk di Kabupaten Pasangkayu.

Di Kabupaten Pasangkayu, selain kabar baik karena mencuatnya sawit ke permukaan, an ini justru menyertakan persoalan klassik tentang HGU yang berhadapan dengan klaim kelompok warga/kelompok tani yang bersikukuh memiliki hak kelola atas beberapa wilayah yang menjadi kelola para pioneer persawitan di wilayah terbarat Provinsi Sulawesi Barat ini. Itu diakibatkan oleh alas hukum yang justru terbit dari satu lembaga yang sama yakni BPN.  

Persoalan ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, bahkan secara kasuistik beberapa diantaranya telah melewati proses hukum yang cukup jauh, dan andai hal seperti ini berlarut-larut maka bukan tak mungkin semua pihak yang terlibat akan sangat  terganggu dan rugi.

Menyimak hasil investigasi dan chek data yang dilakukan bersama  antara para pihak  terkait, didapati fakta-fakta hukum yang mengejutkan terkait itu. Anggota DPRD dari Partai Perindo,  Yani Pepi  Adriani dalam menguraikan bahwa permalahan tersebut berawal dari kepentingan personal pemilik SHM yang bermohon kredit pada salah satu Bank di Pasangkayu. Menurut Yani, inilah awal mulanya hingga dlakukan RDP beberapa kali karena adanya aduan masyaraat soal SHM mereka yang bisa diajukan sebagai jaminan untukk mengambil kredit di bank. Ternyata SHM mereka masuk di dalam kawasan HGU , darisitulah DPRD kemudian menindaklanjutinya dengan memanggil pihak BPN untuk mempertanyakan kebenaran hal tersebut. DPRD juga meminta data global SHM yang tumpang tindih HGU se-Kabupaten Pasangkayu. Walhasil, data dari BPN menunjukkan hasil yang mencengangkan, ternyata ada ribuan bidang SHM yang terdapat pada 30 desa  overlapping dengan HGU.

Gambaran diatas sejatinya adalah merupakan isyarat bahwa, saat ini yang seharusnya menjadi prioritas adalan langkah solutif  untuk masyarakat, sejatinya ada pihak berperan aktif memediasi untuk menciptakan kesepakatan yang tak merugikan semua pihak, agar tak lagi ada “bola api” yang menggelinding di tengah-tengah tuntutan perkembangan dan arus pembagunan yang kian cepat di semua sektor, terlebih lagi bahwa prospek disektor perkebunan sawit merupakan salah satu sektor strategis nasional untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat sekaligus menambah sumber penghasilan negara.

(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *