Antara Minyak Goreng Sawit Dan Minyak Goreng Mandar (Sebuah artikel M. Ian Hidayat A)

Opini

SUATU sore aku secara sengaja mengantar Ibu belanja di salah satu swalayan di pinggir jalan. Di luar ekspektasiku, kupikir antrian tidak terlalu panjang. 

Sore itu swalayan tersebut ramai didatangi ibu rumah tangga dan para pelaku usaha yang berniat membeli minyak goreng. Semenjak pemerintah mulai menetapkan harga minyak goreng Rp 14.000 per liter terhitung mulai hari Rabu tanggal 19 Januari 2022 antusiasme masyarakat cukup besar.

Hal ini tidak terlepas dari kebijakan negara yang telah menganggarkan dana senilai Rp7,6 triliun untuk membiayai penyediaan minyak goreng bagi masyarakat sebesar 250 juta liter perbulannya

Melalui kebijakan ini, Negara berharap masyarakat dapat memperoleh minyak goreng dengan harga terjangkau, dan produsen juga tidak dirugikan.

“Saya sangat mengapresiasi kepada 34 produsen minyak goreng yang telah menyampaikan komitmennya untuk turut berpartisipasi dalam penyediaan minyak goreng satu harga untuk seluruh masyarakat Indonesia” tutur Muhammad Luthfi yang mewakili Kementrian Perdagangan

Pada kebanyakan negara di Asia Tenggara menggunakan sawit sebagai bahan pembuatan minyak goreng. Indonesia sendiri adalah salah satu negara produsen sawit terbesar di dunia, dengan jumlah ekspor paling tinggi dari negara negara produsen lain.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), total produksi minyak sawit tahun 2020 sekitar 47 juta ton. Dari total produksi tersebut, sebanyak 34 juta ton terserap di pasar ekspor.

Dilansir dari Market Review IDX Channel, Jumat (15/10/2021), Ketua Bidang Komunikasi Gapki Tofan Mahdi dalam mengatakan.

“Saat ini memang sebagian besar penyerapan produk sawit terjadi di pasar internasional, Dari data yang ada, penyerapan minyak sawit di pasar domestik untuk konsumsi biodiesel mencapai 42% dari total konsumsi di pasar domestik. Jadi kita backbone-nya memang masih di pasar ekspor, tetapi kita juga meningkatkan daya serap di pasar domestik”

Berdasarkan fakta di atas kita dapat berharap harga diatas dapat lebih ditekan lagi. Kita tidak mungkin menyalahkan tanaman sawit atas defortasi hutan yang terjadi.

Dari Data Tutupan Sawit Indonesia Publikasi bersama antara Kementan, Lapan, BIG, dan KPK yang didigit oleh tim Auriga, ada 3,5 juta hektar sawit Indonesia yang masuk dalam kawasan hutan.

Dalam hal penguasaan lahan, konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya pun tidak jarang. Urusan kesejahteraan petani, tidak lebih dari rantai pasok yang terlalu panjang. Sebenarnya masyarakat pernah memproduksi sawit menjadi minyak goreng untuk dikosumsi sendiri.

Seorang petani sawit dari Kecamatan Tikke di warung kopi malam itu menjelaskan. “Dulu itu, sayaji yang bikin minyak goreng, dari sawitji. Jadi, bisa mengurangi pengeluaran” kata bapak yang berumur sekitar 60 tahunan itu

Namun, kurang lebih hampir sama dengan nasib minyak kelapa di tahun 1980-an. Rezim kesehatan digunakan untuk memerangi bahan bahan yang diproduksi secara mandiri oleh petani. Masih tergambar dengan jelas bagaimana perang anti kelapa digencarkan secara bertubi tubi.

Awal tahun 2000-an misalnya WHO mengeluarkan maklumat bahwa telah ditemukan bukti meyakinkan bahwa konsumsi palmitic acid meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Sialnya, tanpa sikap kritis sama sekali terhadap agenda dagang dibalik klaim kesehatan, sikap memusuhi ini serta-merta diamini oleh otoritas kesehatan dalam negeri. Padahal, fakta sejarah menunjukkan, kelapa pernah menjadi komoditas dagang utama sejak abad ke-18.

Sirajuddin, seorang pengusaha minyak goreng mandar hanya bisa mengenang masa jayanya pada Tahun 90-an. Minyak mandar atau lomo mandar, begitu orang menyebutnya adalah minyak yang diolah secara tradisional menggunakan bahan baku kelapa. Kematian usahanya tidak disangka datang dari melalui perang anti kelapa.

Pada akhirnya defortasi hutan yang disebabkan perluasan lahan perkebunan sawit, tidak betul betul menyajikan kesejahteraan bagi masyarakat tani. Namun, hanya bagian dari eksploitasi lingkungan untuk meraup untung bagi korporasi raksasa.

(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *