
PASANGKAYU, LENTERASULAWESI.COM – Ada banyak ventilator yang beredar selama berjangkitnya Pandemi Covid-19 di negara ini, terutama pada rumah sakit yang menjadi rujukan pasien covid. Namun yang ada di Rumah Sakit Umum (RSUD) Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), cukup populer dan bahan perbincangan. Sebabnya, ventilator ini pernah selama 9 bulan Lebih Dengan Harga Rp. 4.079. 260.579 selanjutnya dengan harga Rp. 2. 845.314.732,62.
Cerita tentang ventilator di RSUD Pasangkayu tersebut berawal dari adanya laporan Forum Pemuda Anti Korupsi (PFAK) Pasangkayu tanggal 26 Juli 2021 ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasangkayu. Menurut dokumen dari PFAK yang mendasari laporan tersebut adalah adanya temuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melalui Laporan Hasil Riveiew (LHR) bahwa RSUD Pasangkayu yang menunjuk PT. IJL sebagai penyedia Alat Kesehatan (Alkes) dalam bentuk ventilator dengan nomor kontrak 02/Kont.Covid-19/IV/2020, tanggal 3 April 202 dengan nilai kontra sebesar Rp. 4.192.360.783.
Atas nilai kontrak tersebut dalam LHR BPKP disebutkan tidak terdapat dasar penentuan harga barang, sehingga terdapat harga selisih dari harga yang sebenarnya. Karena harga yang sebenarnya LHR BPKP sesuai katalog eletronik (e-Catalog) sebesar Rp. Rp. 2. 845.314.732,62.
Oleh BPKP merekomendasikan kepada pejabat pengadaan barang tersebut untuk melakukan negosiasi ulang kepada PT IJL sebagai pihak penyedia. Dari negosiasi ini, terdapat pengurangan harga sebesar Rp. 113.100.205, sehingga harga disepakati adalah Rp. Rp. 4.079. 260,579 . Namun dari harga tersebut LHR BPKP tertanggal 7 Agustus 2021 menemukan selisih harga kemahalan sebesar Rp. 2.569.592.039,00. Ini berpotensi menjadi kerugian negara.
Selanjutnya atas LHR BPKP yang tertanggal 7 Agustus 2020, selisih harga kemahalan sebesar Rp. 2.569.592.039,00 yang berpotensi menjadi kerugian negara tersebut, oleh pihak penyedia telah dikembalikan Kas Daerah (Kasda) dengan cara dicicil. Pengembalian tersebut dilakukan pada Bulan Mei Tahun 2021 dengan rincian, pada tanggal 11 Mei 2021 disetor ke Kasda sebesar Rp. 1.000.000.000,00, tanggal 17 Mei 2021 disetor ke Kasda sebesar Rp. 285.000.000,00, tanggal 24 Mei 2021 disetor ke Kasda sebesar Rp. 1.284.592.039,00 serta pada tanggal 24 Mei 2021 telah disetor ke Kasda sebesar Rp. 500,00.
Setelah dibayarkannya selisih harga kemahalan yang senilai Rp. 2.569.592.039,00 ke Kasda oleh PT IJL sebagai pihak penyedia, maka harga ventilator kembali ke harga yang sebenarnya sebesar Rp. 2. 845.314.732,62.
Ventilator tersebut pada rentang waktu sejak adanya LHR BPKP tanggal 7 Agustus 2021 hingga 24 Mei 2021, saat pengembalian terakhir pihak PT IJL, harganya masih Rp. 4.079. 260.579, jadi kurang lebih lebih bulan lamanya.
Tanggapan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasangkayu Atas Laporan FPAK
Atas laporan Forum Pemuda Anti Korupsi Pasangkayu (FPAKP) 26 Juli 2021 lalu, terkait pegadaan Alat Kesehatan (Alkes) berupa Ventilator di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar). Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasangkayu, setelah lakukan Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket), selanjutkan berkesimpulan bahwa tidak ditemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi (Korupsi) dalam pengadaan Alkes ini.

Kasi Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pasangkayu, Muh Zaki Mubarak, SH, yang ditemui sejumlah wartawan, Senin (13/09/2021) katakan, sebelum adanya laporan dari FPAK tersebut pihaknya telah mendapat informasi terkait hal ini. “Selajutnya setelah ada masuk laporan FPAK akhir Juli 2021 kami tindaklanjuti dengan melakukan Pulbaket. Setelah Pulbaket ini, di situ kami tidak menemukan adanya kerugian Negara. Sebab kelebihan pembayaran sesuai Laporan Hasil Riview (LHR) BPKP tersebut telah dikembalikan oleh pihak penyedia barang sebelum adanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulbar keluar,” kata Zaki.
Menurut Zaki pula, LHP BPK keluar sekitar akhir bulan Mei 2021, tidak ada lagi temuan lagi kerugian Negara. Namun hanya rekomendasi kepada kepada Kepala Daerah untuk memberi teguran kepada pejabat pengadaan karena dianggap tidak cermat dalam teliti.
LS