
MAKASSAR, LENTERASULAWESI.COM – Hari Rabu (19/01/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar dilakukan sidang putusan pemberian vonis kepadai pelaku pemalsuan dokumen Yayasan Upri Makassar kepada terdakwa Drs. Haris Pangerang, SH, MH dengan vonis penjara 2,6 tahun. Putusan itu dibacakan oleh Hakim Ketua PN Makassar di depan terdakwa dan pelapor, pengurus yayasan dan seluruh dosen Upri Makassar serta beberapa mahasiswa yang hadir.
Kasus yang menimpa Yayasan Upri Makassar ini bergulir sejak tahun 2015 lalu. kemudian tahun 2021, pihak yayasan melaporkan yang diduga memberikan keterangan palsu atuentik ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassa. Kemudian pada awal tahun 2022 ini, tepatnya tanggal 19 Januari, PN Makassar menjatuhkan vonis kepada salah satu orang terdakwa atas nama Drs. Haris Pangerang, SH, MH dengan Vonis 2,6 tahun penjara.
Menurut yang mewakili Yayasan Upri Makassar, dalam hal ini Kuasa Hukum Upri, Mustandar SH, MH, katakan bahwa mengenai hasil putusan PN Makassar, pihak yayasan sudah sangat puas.
Lanjut Mustandar, bahwa hanya Haris Pangerang yang lanjut proses hukumnya karena Fatri Abdullah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter dia dinyatakan mengidap penyakit permanen, jadi proses hukumnya dihentikan. Itu sampai kesehatannya pulih kembali baru dilanjutkan. Fatri Abdullah ini adalah mantan pembina di yayasan dan pak Haris Pangerang mantan wakil Rektor empat.
Di tempat yang sama, Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Karya Darma, Dra. Hj. Halijah Nur Tinri, M,Si bersama Rektor Upri Makassar M. Darwis Nur Tinri, S.Sos, M,Si, mengatakan bahwa permasalahan ini terjadi sejak adanya keputusan pemerintah untuk tidak di bolehkannya lembaga atau organisasi apapun untuk memakai nama “Veteran,” maka mengacu dari keputusan tersebut , Universitas Veteran Republik Indonesia menjadi Universitas Pejuang Republik Indonesia
“Memang saat itupihak yayasan diberikan pilihan oleh pemerintah, mau mengganti nama veteran atau yayasan ditutup. Maka diadakanlah rapat oleh yayasan untuk perubahan nama Vetran menjadi Pejuang. Tetapi keputusan ini tidak diterima oleh Haris Pangerang dan Fatri Abdulllah sebagai Pembina. Dari situlah mereka membuat akta duplikat mengacu dari foto copy akta notaris lama, mereka merubah ke notaris yang bernama Fiber, maka dengan dasar itu adanya dugaan pembuatan duplikat akte notaris tanpa memasukkkan pengurus yayasan yang lama. Mereka diduga ingin menguasai yayasan ini,” papar ketua yayasan.
Pada sisi lain kuasa hukum terdakwa, M. Yaser Yunus. SH katakan, bahwa sebagai seorang yang memahami hkum, ia menghormati putusan hakim, meskipun kami tidak sependapat. Untuk itu hari ini, Kamis (20/01 /2022), pihaknya telah ke PN Makassar untuk menyatakan banding.
“Setidaknya ada dua hal pada pertimbangan hakim yang kami tidak sependapat. Pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa sebelum akta perubahan No. 32 tahun 2015 di buat, telah ada akta sebelumnya, yaitu Akta No. 01 tanggal 1-7-2006 dan Akta No. 21 tanggal 18-02-2008, yang pada akta itu tidak ada menyebutkan Drs. H. Patri Abdullah sebagai Pembina dan Drs. H. Aris Pangerang sebagai Ketua,” tandas pengacara terdakwa.
Selanjutnya disebutkannya, hakim tidak mempertimbangkan fakta bahwa kedua akta tersebut ditolak pengesahannya oleh Depkum HAM, konsekuensinya adalah kedua akta tersebut tidak bisa dilakukan perubahan. Itu ada Peraturan Pemerintah yang mengatur yaitu, PP No. 2 tahun 2003 yang berbunyi: “Menteri hanya dapat menerima perubahan Anggaran Dasar dan/atau perubahan pada yayasan yang dilakukan oleh anggota organ yang telah diberitahukan kepada menteri.
Pengacara Yaser Yunus juga urai, kedua akta tersebut tidak dapat dilakukan perubahan, maka harus mencari akta sebelumnya yang dimungkinkan dilakukan perubahan, yaitu Akta No. 5 tanggal 10-10-2000 disitu disebutkan, Pembina adalah Muhammad Amin Selamat, Ny. Muliati Rustam dan Patri Abdullah.
Karena pada tahun 2015 Muhammad Amin Selamat dan Muliati Rustam telah meninggal dunia maka satu-satunya Pembina yang dapat melakukan perubahan akta dan perubahan struktur pengurus adalah Patri Abdullah. Hal ini di atur pada Pasal 18 UU No. 28 tahun 2004 tentang yayasan yang berbunyi : Perubahan Anggaran Dasar hanya dilaksanakan berdasarkan Putusan rapat Dewan Pembina.
“Pertimbangan yang menyatakan, Dra. Halijah Nur Tinri memiliki legal standing sebagai pelapor. Karena berdasarkan Akta No. 214 tahun 2011 pelapor sebagai pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Karya Dharma. Kami berpendapat, bahwa majelis hakim tidak memperhatikan fakta bahwa akta No. 214 tahun 2011 adalah Akta pendirian baru, sehingga merupakan yayasan yang berbeda sehingga tidak sebagai pihak eksternal. Pelapor tidak memiliki legal standing untuk melaporkan pengurus yayasan lain dalam hal ini H. Patri Abdullah dan HM. Aris Pangerang,” tandas kuasa hokum terdakwa.
(Kamal/LS)