
Kabupaten Soppeng adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Kabupaten yang berbatasan lansung dengan Kabupaten Barru, Bone, Wajo dan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) ini, terkenal cukup makmur dengan potensi hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah.

Dus, satu lagi yang cukup populer di daerah yang terkenal dengan sapaan Bumi Latemmamala ini adalah kalong atau kelelawar. Binatang malam yang bernama latin Chiroptera lasimnya kita kenal hidup di gua dan hutan-hutan yang jauh dari jangkauan manusia. Tetapi tidak demikian di Kabupaten Soppeng, hewan bermuka seram dengan mudah mendapati bergelantungan di pohon-pohon dan memilih habitat hidup di tengah hiruk pikuk kehidupan masyarakat kota. Itulah pula Soppeng juga sering dijuluki Kota Kalong.
Meskipun kelelawar telah mampu mencirikhaskan Kabupaten Soppeng lantas posisi terhormat sebagai lambang daerah justru ditempati oleh burung Kakatua. Juga sangat sulit lagi kita saksikan keberadaan Burung kakatua di Soppeng.

Jawabnya dapat kita temukan pada catatan peristiwa dan perjalanan sejarah Kabupaten Soppeng yang tercatat apik di buku-buku lontara. Berikut ini disarikan oleh lenterasulawesi.com dari mediatanews.com
Menurut budyawan muda HA. Amriady Alie yang juga pernah menjadi Anggota DPRD Soppeng priode 2004 – 2009 , beberapa kisah yang tercatat di Lontara memberikan gambaran seputar latar belakang kenapa burung Kakatua rnenjadi lambang daerah Kabupaten Soppeng.
Disebutkan, bahwa jauh sebelum bersatunya semua wilayah di Soppeng di bawah satu panji kerajaan, telah ada kekuasaan yang mengatur wilayah-wilayah terbatas dan terbagi ke dalam 60 wilayah yang masing-masing wilayah di bawah kepemimpinan seorang Matoa (pemimpin kaum) dan sepanjang waktu terus bertikai.
Hingga suatu waktu, dalam masa paceklik panjang yang menyengsarakan rakyat Soppeng. Ke 60 Matoa ini berkumpul dan berusahamencari solusi terhadap persoalan yang melilit mereka. Saat itu tiba-tiba di atas pohon di sekitar pertemuan para Matoa ada dua burung Kakatua yang bertengkar memperebutkan makanan berupa setangkai padi.
Anehnya kedua burung ini seperti memberi pertanda untuk menunjukkan sesuatu yang bakal menjadi solusi terhadap masalah mereka.
Akhirnya, dikirimlah utusan untuk mengikuti kemana gerangan Kakatua ini, pergerakan Kakatua yang berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain, tanpa disadari mengantar utusan ini menemukan sebuah hamparan padi nan subur yang sangat luas milik seorang pemuda gagah bernama La Temmamala yang kelak disepakati oleh 60 Matoa untuk menjadi pemimpin dan Raja mereka dan mempersatukan semua wilayh-wilayah kecil ini dibawah satu panji Kerajaan Soppeng.
Kisah yang tercatat dalam Lontara inilah yang melatar belakangi Burung Kakatua menjadi Lambang Daerah. Burung Kakatua yang menjadi perlambang kemakmuran,secara resmi dipakai sebagai lambang daerah Soppeng pada tahun 1957 setelah konsep lambang yang dibuat oleh A. Abd Gani memenangkan lomba pembuatan lambang daerah. Kemudian diterima secara resmi sebagai lambang daerah.
(sumber mediatanews.com/LS)