
PALU, LENTERASULAWESI.COM – Rencana Pemerintah RI untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebentar lagi disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mungkin pada pekan depan. Hal ternyata menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagai satu dinamika berbangsa dan bernegara.
Oleh Ketua Ikatan Pemuda Pasangkayu (IPP), Muh. Anshari di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Sabtu (27/08/2022) mengatakan kalau hal ini dilihatnya sebagai kebijakan yang harus dilakukan akibat dari dampak pandemic Covid-19. Katanya, ada defisit anggaran pada Anggaran Pendapadatan Belanja Negara (APBN) yang belum pulih pasca wabah ini melanda dunia. Sebelumnya, IPP melakukan kajian internal dalam menanggapi isu nasional kenaikan BBM bersubsidi. Kenaikan BBM subsidi tersebut, ada 2 alasan/tegangan yang menjadi penyebabnya, yaitu penyelamatan APBN dan penyelamatan makroekonomi akibat adanya inflasi.
“Berdasarkan hasil kajian internal kami terkait isu nasional kenaikan BBM bersubsidi, dimana setiap kenaikan selalu ada dua hal yang menjadi alasan/tegangan. Pertama penyelamatan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan penyelamatan Makroekonomi (adanya inflasi),” tandas Ashari.
IPP juga menyepakati bahwa kenaikan BBM tidak terlalu tinggi atau masih dalam batas kewajaran sesuai dengan pengamatan para analis, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada masyarakat salah satunya transportasi publik yang bagus serta menyediakan energi alternatif salah satunya gas elpiji bersubsidi.
“Kami menyepakati kenaikan BBM dengan catatan Kenaikannya tidak terlalu tinggi dan masih batas wajar sesuai dengan pengamatan para analis Pertalite maksimal Rp. 10.000. Kedua pemerintah harus memberikan kompensasi kepada masyarakat salah satunya transportasi yang publik yang bagus, percepatan bantuan Bansos untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Petani, Buruh, Nelayan). Ketiga penyediaan energi alternatif salah satunya gas elpiji bersubsidi yang saat ini sangat meresahkan masyarakat” kunci Anshari.
(rls/LS)