Menyimak Legenda “Vova Sanggayu” Sembari Menikmati Kuliner Lokal Anak Pantai Di Tanjung Babia, Pasangkayu

Budaya dan Wisata

Menyimak legenda “Vova Sanggayu” sembari menikmat kuliner lokal anak pantai di Tanjung Babia, Pasangkayu

Tanjung Babia adalah nama tempat yang keliatan biasa-biasa saja, karena hanya berupa pantai dengan hamparan pasir dengan  panjang  sekitar 5 kilometer saja. Namun tempat  ini begitu menyenangkan bagi yang pernah mengunjunginya, bahkan tempat ini yang paling populer di kalangan masyarakat Kota Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar).

Di Pantai Tanjung Babia inilah pengunjung bisa menikmati sajian kuliner yang begitu nikmat, lokalan namun berkarakter nasional di lidah. Karena pada lapak-lapak penjualan kuliner warga setempat  di situ bisa dijumpai makanan khas beberapa  daerah Pasangkayu,  itu dari adanya perpaduan beberapa suka bangsa yang mendiami  Kabupaten ujung utara provinsi Sulbar, yang juga dikenal sebagai Indonesia mini.

Pengunjung Pantai Tanjung Babia, menikmat ombak-ombak kecil yang berlari menuju pantai

Pada lapak-lapak penjual makanan, pengunjung usai berendam di air Selat Makassar yang konon katanya bisa hilangkan gatal-gatal, dapat menikmat ikan kakap, cakalang atau ekor kuning yang dimasak  khas Mandar, gurih dan least karena menggunakan bumbu tumis dari minyak kelapa tanak yang asli, dipadu dengan burasa (nasi bersantan yang dibungkus daun pisang) atau dengan “Jepa,” khas Mandar yang terbuat dari ubi kayu parut. Ada juga “dabu-dabu”  lombok  khas Kaili yang nikmat. Tidak lupa juga “gogoso” khas Bugis, beras ketan disantan lalu dibungkus daun pisang berbentuk bulat panjang lalu di panggang di atas bara api. Juga ada banyak aneka ikan bakar yang disajikan dengan lombok-lombok  yang variatif mengundang selerah. Simpulannya, ada aneka ragam kuliner khas daerah yang ada di sepanjang Pantai Tanjung Babia, untuk memanjakan lidah pengunjung.         

Populernya aneka kuliner khas daerah di Pantai Tanjung Babia memberi dampak baik bagi masyarakat, khusunya di seputaran pantai ini. Manurut Malik, 42 tahun, salah seorang  masyarakat Tanjung Babia yang berjualan, kalau jualannya cukup membantu perekonomian keluarga, walaupun pengunjung  Pantai Tanjung Babia ramainya pada hari-hari tertentu, misalnya pada akhir pekan atau hari-hari libur lainya.

Penjual ikan bakar di tepian Tanjung Babia

“Pengunjung  di sekitaran Pantai Tanjung Babia ramainya pada setiap Hari Minggu atau hari libur, di situ kami banyak menjual  banyak makanan khas daerah, misalnya ikan masak Mandar, cumi bakar, jepa  sagu, nasi kuning dan lainnya. Sangat ramailah di Tanjung Babia ini, karena ini adalah lokasi wisata yang ada di dalam Kota Pasangkayu,” kata Malik.

Sementara itu, Iqbal, 22  tahun, salah seoran pengunjung katakan dengan adanya wisata pantai dan kuliner di Pantai Tanjung Babia yang letaknya masih di dalam kota ini, ia sangat senang, karena tidak harus jauh-jauh untuk berlibur akhir pekan. Susasan pantai yang landai, enak untuk berenang dan berendam.  “Bagusnya lagi, banyak makanan tradisional  yang enak dijual. Jadi  tiap minggu kami ke sini bersama keluarga, bawa anak bermain, mandi-mandi dan menyantap makanan khas Pasangkayu yang ada di jual,” tandas Iqbal.

Dua pohon yang melegenda sebagai Vova Sanggayu

Selain kulinernya menarik minat pengunjung, lebih dari itu, dalam sejarahnya, Pantai Tanjung Babia dikenal pula sebagai  tempat pendaratan para perantauan yang datang ke Pasangkayu, ratusan tahun yang silam. Menurut lelaku tua dan tokoh masyarakat setempat  Pua Ita, 69 tahun, konon dalam cerita yang berksar, Pantai Tanjung Babia sebagai  tempat sandar  kapal orang-orang dari selatan (maksudnya, Sulawesi Bagian Selatan, red.) untuk beristirahat. Kata Pua Ita juga, nama Pasangkayu yang sebelumnya disebut “Vova Sanggayu,” berawal dari Tanjung Babia ini.   

“Ceritanya begini, dulu itu, tinggal pemuka  kampung di Tanjung Babia ini, ia bernama Tupu, dikenal kemudian sebagai nenek Tupu. Dia ini punya cucu namanya Ijo yang berlayar mengikuti para nelayan-nelayan dari Selatan, namun tidak kunjung kembali,” kata Pua Ita

Perahu tradisional nelayan Tanjung Babia tidak runtuh dihempas jaman

Lanjut Pua Ita, karena Ijo  ini belum kembali kembali, jadi menurut ceritanya, Nenek  Tupu ini  menancapkan dua pohon di pinggir  pantai untuk tanda cucunya bila kembali nanti. Namun sampai  nenek Tupu meninggal ijo belum  kembali kembali.

Kayu yang ditancapkan Nenek Tupu inilah yang tumbuh menjadi besar, menjadi sepasang kayu. Lal datanglah  masyarakat Kaili Bunggu dari daerah Kabuyu kemudian memberi nama tempat Vova Sanggayu. Itulah kemudian menjelma menjadi Pasangkayu. Wallahu alam bissawab. Pastinya, Pantai Tanjuang Babia adalah salah satu destininasi wisata kuliner yang digemari. Tak lengkap ke Pasangkayu, tampa berenang dan berendam di Tanjung Babia lalu menyantap masakan khas lokal yang enank

(Muh. Ashari Taufik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *