
Dua batu besar berdampingan, cela diataranya seolah gerbang menuju ke suatu kota, itulah Batu Oge. Karang yang telah bertahun-tahun ditumbuhi pohon membuatnya rimbun, cantik dipandang mata. Tetap kokoh dari jilatan ombok kecil Selat Makassar di Pantai Batu Oge, Desa Batu Oge, kecamatan Pedongga, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar), menanti wisatawan untuk datang memandang keindahan dan mendengarkan legenda cinta yang melingkupinya.
Sumar, pria berusia 57 tahun, duduk bersandar pada salah satu tiang gubuk kedai di Pantai Batu Oge, berkata. Batu Oge bukanlah sekedar dua bongkah karang raksasa semata, tetapi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Juga tentang cerita yang berkisar dari mulut ke mulut tentang sepasang kekasih yang tidak mendapat restu, lalu mengikrarkan cintanya dengan membiarkan dirinya terendam air, terus dijilat ombak tipis-tipis serta menjelma menjadi batu besar yang berdampingan dengan mesranya.

“Ada juga cerita yang mengatakan kalau Batu Oge itu adalah gerbang menuju Uwentira (sebuah legenda kota hilang yang konon berselaput emas, ada di Kebun Kopi, Kabupaten Parigi, Sulawesi Tengah, red.). Pernah ada orang yang “dongkoi” (kemasukan, red.) katakan bahwa ia dari Uwentira lewat gerbang dua Batu Oge tersebut,” kata Sumar.
Apapun hikayat dibalik Batu Oge tersebut, pastinya menurut Sumar yang juga adalah salah satu penjaga di Pantai Batu Oge, uraikan bahwa tempat yang kini telah menjadi obyek wisata dan mulai populer di kalangan waisatawan lokal di Kabupaten Pasangkayu, terbuka yang sejat tahun 1990-an, saat sudah banyak warga transmigrasi di Pasangkayu, juga yang melegenda ini mulai dikunjungin untuk berwisata.

Kini setelah mendapat sentuhan tangan dari pemerintah setempat, telah dibangun jembatan persis diatara batu besar berdampingan tersebut serta dilengkapi dengan sejumlah lapak-lapak penjualan makanan tradisional dan WC serta kamar mandi, itu semakin menambah minat wisatawan lokal baik dari dalam Kabupaten Pasangkayu maupun sekitarnya. Mereka untuk datang bersantai, hilangkang penat sembari menyimak legenda “glory of love” yang melatari Batu Oge.
Dengan menggunakan kendaran roda empat dan roda dua obyek wisata Batu Oge dapat dicapai dengan karena hanya berjarak kurang lebih 14 km di sebelah selatan Kota Pasangkayu, Ibu Kabupaten Pasangkayu, menurut Kepala Desa (Kades) Batu Oge, Ari P, dengan dibukanya obyek wisata Tanjung Batu Oge itu berdampak positif bagi peningkatkan ekonomi masyarakat, khususnya masyrakat Desa Batu Oge karena setiap akhir pekan (weekend) banyak dari mereka berjualan aneka makanan khas tradisional Pasangkayu seperti ikan bakar, ikan masak khas Mandar, jepa (makanan khas dari sagu, red), burasa dan lainnya.

“Kami masyarakat Desa Batu Oge bersyukur dengan dibukanya serta ditatanya obyek wisata ini, karena akan menambah penghasilan masyarakat, karena selain bisnis kuliner tradisional yang banyak diminati pengunjung, ke depan mungkin bisa juga dikembangkan untuk kerajinan tangan untuk souvenir khas Batu Oge. Kami pemerintah Desa Batu Oge bersama sama masyarakat akan tetap menjaga serta melestarikan wisata yang ada di desa kami ini,” papar Arif.
Salah seorang warga Desa Batu Oge yang rasakan nilai positif atas terbukanya obyek wisata Tanjung Batu Oge adalah Ansar, pria 59 tahun katakan ia dan istrinya setiap akhir menjual aneka makanan khas Pasangkayu seperti jepa sagu, ikan masak mandar dan nasi kuning.”Ini sangat membantu masyarakat untuk di tengah anjloknya harga sawit saat ini,” tandas Ansar.

Selain bisa menikmati indahnya keajaiban alam atas lekukan-lekukan karang Batu Oge, diatas dua batu besar ini juga menghias pohon-pohon liar seolah rambutnya yang bergoyang diterpa angin laut Selat Makassar. Pada dasarnya yang selalu basah, bila air pasang akan terus dibelai ombak pantai, pengunjung juga bisa berendam dan berenang di sekitaran Batu Oge ini. Nikmat, katanya bisa mengobati gatal pada kulit.
Mari berwisata ke Tanjung Batu Oge, menikmat keindahan alam bersama desiran angin laut Selat Makassar, menikmati makanan khas Pasangkayu yang memanjakan lidah sambil berkisah tentang cinta diantara dua batu itu, Batu Oge.
(Muh. Ashari Taufik/LS)